Sunday, March 2, 2008

Gugatan Kaltim Berpeluang Diterima ICSID


dari tribun kaltim

Minggu, 02-03-2008 | 23:09:01

Sidang Arbitrase Divestasi 51 Persen Saham KPC

SINGAPURA - Gugatan Pemprov Kaltim/Pemkab Kutim terhadap PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan para pihak dinilai memiliki peluang besar diterima oleh International Centre for Settlement of Investment (ICSID). Ini terlihat dari reaksi Tribunal saat hearing on jurisdiction selama dua hari, 27-28 Februari di Singapura.

Pendapat tersebut dikemukakan Fauzan Zidni, peneliti pada Center for Indonesian Regional and Urban Studies kepada wartawan Tribun Kaltim, Achmad Bintoro di Singapura. Fauzan secara mendalam mengamati proses di balik upaya Pemda Kaltim dalam berjuang mendapatkan hak pembelian 51 persen saham divestasi KPC. Ia membuat studi khusus tentang divestasi saham ini untuk tesisnya di Fisipol UI Jakarta.

Saat digelar sidang ICSID di gedung Singapore International Arbitration Centre (SIAC), Fauzan juga tampak hadir. Ia kembali melakukan studi untuk objek yang sama pada Lee Kuan Yew of Public Policy National University of Singapore. "Saya diskusi dengan teman-teman. Saya pikir peluang (Kaltim) cukup kuat. Ini terlihat dari reaksi Tribunal di sidang kemarin," kata Fauzan di Singapura, Minggu (2/3).

Selain fakta yang terungkap di persidangan, hal lain yang menguntungkan Kaltim adalah, dalam Pasal 25 ICSID Constituent dinyatakan, bahwa "constituent subdivision" dari suatu negara, oleh ICSID dianggap sebagai bagian yang sama dari negara tersebut.

Kadang-kadang justru ICSID menggunakan istilah "state" atau "government". Tapi kedua istilah itu, sambung Fauzan, dalam hukum pertanggungjawaban negara (law on state responsibility -- masih berupa draft article tetapi sudah mengikat karena sudah menjadi kebiasaan hukum internasional), departemen atau pemda dianggap sebagai "negara".

Pada sidang, baik Michael P Lennon maupun Todung Mulya Lubis, masing-masing pengacara KPC dan Rio Tinto/Beyond Petroleum, berpendapat bahwa Pemprov Kaltim tidak berhak untuk mengajukan gugatan di ICSID. Ini karena pemda bukan sebagai pihak yang meneken Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Penambangan Batu Bara (PKP2B). PKP2B tersebut diteken pemerintah Pusat dan KPC. Sehingga kalau pun bisa maju, harus ada surat kuasa dari pemerintah pusat, Menteri Pertambangan (ESDM).

"Sejauh ini surat kuasa itu tak pernah ada," kata Lennon dari kantor firma hukum kesohor dunia, Baker Botts yang bermarkas di London, Inggris. Ini diperkuat dengan kesaksian Simon Felix Sembiring, Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral yang kini menjadi Dirjen Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Departemen ESDM, yang membeberkan surat yang dibuatnya pada10 Agustus 2006 bahwa, pemerintah RI tidak pernah memberikan kuasa kepada Pemprov Kaltim berkaitan dengan PKP2B.

Todung juga mendesak Tribunal untuk menolak gugatan Pemprov Kaltim/Pemkab Kutim yang diajukan oleh Didi Dermawan. Terlebih, kata Todung saat sidang, gugatan Pemprov sebelumnya sudah pernah ditolak oleh PN Jakarta. Sehingga mestinya, gugatan ke ICSID pun harus ditolak karena tiadanya kewenangan dan hak.

Namun Albert Vandem Berg, anggota Tribunal yang dipilih KPC, justru mempertanyakan alasan yang dikemukakan oleh pengacara tergugat. Kepada Lennon ia balik bertanya. "Dari tadi Anda selalu mengatakan bahwa Pemprov Kaltim tidak berhak maju di ICSID, sekarang tunjukkan apa ada aturan yang tegas melarang pemda untuk maju di ICSID," tanya Albert yang kemudian oleh Lennon dijawab, tidak ada.

Lenon juga balik bertanya kepada Todung. Menurut dia, PN Jakarta wajar menolak gugatan pemda karena ia mengacu pada PKP2B. Ia merasa tidak berwenang. "Kalau di PN ditolak, lalu di ICSID pun Anda meminta agar kami menolaknya, lalu akan kemana mereka (pemprov) mencari keadilan?" katanya.

Menurut Fauzan, yang menjadi masalah justru di Kaltim sendiri. Ia melihat ketidakstabilan politikdan ketidakbersamaan elite-elite lokal maupun nasional. Ini yang malah akan membuat masalah divestasi saham KPC semakin berlarut. (bin)

2 comments:

Anonymous said...

dari bung yudi di Kahmi Pro:

Yth. Bung Mova Al Afghani dan Rekan-Rekan Milist Kahmi Pro,

Sepintas dari bunyi ketentuan Article 25 Paragraph 1 and 3 of International Centre for Settlement of Investment Dispute ("ICSID") Convention, dapat diketahui bahwa pendapat hukum yang disampaikan oleh Michael P Lennon, Todung Mulya Lubis dan timnya justru didasari oleh klausul:

1. "or any constituent subdivision or agency of a Contracting State designated to the Centre by that State" pada Article 25 Paragraph 1 of ICSID Convention; dan

2. "Consent by a constituent subdivision or agency of a Contracting State shall require the approval of that State unless that State notifies the Centre that no such approval is required" pada Article 25 Paragraph 3 of ICSID Convention.

Yang dari dua bunyi ketentuan tersebut, justru dapat diketahui bahwa agar Pemda Kaltim dapat maju mewakili kepentingan negara Republik Indonesia, maka Pemda Kaltim memerlukan kuasa atau penunjukkan dari pemerintah pusat ("designated to the Centre by that State" dan "shall require the approval of that State"), kecuali pemerintah pusat menyampaikan pemberitahuan kepada ICSID bahwa kuasa atau penunjukkan dari pemerintah pusat kepada Pemda Kaltim tidak diperlukan ("unless that State notifies the Centre that no such approval is required").

Dari bunyi ketentuan tersebut dan dari duduk perkara Divestasi Saham KPC saat ini, saya justru sependapat dengan Bung Faudzan Zidni bahwa ketidakstabilan politik dan ketidakbersamaan eli-te-elite lokal maupun nasional merupakan masalah utama yang merugikan bangsa Indonesia, karena dengan majunya Pemda Kaltim ke forum ICSID tanpa adanya kuasa atau penunjukkan dari Pemerintah Pusat menunjukkan tidak adanya perpaduan dalam derap langkah hukum dan politik yang diambil oleh Pemerintah Pusat dan Pemda Kaltim dalam menyikapi kasus Divestasi Saham KPC. Masalah kehendak politik untuk memadukan derap langkah Pemerintah Pusat dan Pemda Kaltim ini pulalah
yang nantinya akan diuji, mengingat sesuai ketentuan Article 25 Paragraph 3 of ICSID Convention, bahwa pintu bagi pemerintah Pusat untuk menyampaikan kepada ICSID bahwa kuasa atau penunjukan kepada Pemda Kaltim untuk maju dalam forum ICSID tidak diperlukan belumlah tertutup ("unless that State notifies the Centre that no such approval is required").

Demikian disampaikan. Atas keterbatasan pemahaman hukum maupun kasus posisi Divestasi Saham KPC saya mohon maaf dan koreksi dari rekan-rekan Milist Kahmi Pro.

Fauzan Zidni said...

iya, alasan itu saya bisa mengerti pula. lalu bagaimana menjawab pertanyaan tribunal kalau di PN Jakarta di tolak, dimana2 ditolak, lalu di ISCID juga mereka minta menolaknya. lalu kemana pemprov harus membawa masalah ini untuk mendapatkan keadilan. selain itu pula, memang belum ada statement secara resmi dari pemerintah pusat yg mengatakan pemprov tidak bisa membawa masalah ini ke arbiterase internasional. argumen lain dari pemprov, hasil rapat keputusan kabinet megawati yang memutuskan 20 % saham KPC untuk PT BA dan 31 persen untuk pemprov dan pemkab. keputusan ini tentunya tidak bisa dibatalkan hanya oleh surat dari dirjen simon sembiring.

saya sendiri tidak begitu mengerti masalah hukum. tapi memang, gambling (klo bisa dibilang begitu) yang dilakukan pemprov kaltim apabila diterima oleh tribunal akan menjadi preseden bagi provinsi dan kabupaten lainnya yang kaya akan sumber daya alam. disisi lain keharusan divestasi ada di semua kontrak karya maupun PKP2B. sehingga bisa jadi preseden bagi mereka untuk membawa masalah ini ke arbiterase.

hal lain yang menarik adalah, ketidak percayaan terhadap sistem hukum di Indonesia sendiri. laporan dari pemda ke KPK, PN, MA, kepolisian dll. ternyata di submit oleh pihak RIo Tinto dan BP sebagai exhibit di arbiterase internasional. pertanyaannya, dari mana mereka mendapatkan laporan2 tersebut, klo mereka tidak mempunyai hubungan "khusus" dengan sistem terkait.

mengenai ketidak bersamaan elit2 kita, itu justru masalah utamanya. dengan adanya pak ical di kabinet, dan sikap SBY yang memble terkait masalah menteri "kesayangannya" ini (lapindo dan berbagai kasus lainnya). serta bagaimana KPC sendiri bisa "mengatur" DPRD provinsi Kaltim. saya sendiri cuma bisa bermimpi masalah divestasi ini akan selesai dengan keberpihakan kepada rakyat bukan hanya sedikit elit, baik itu di tingkat lokal maupun nasional, justru khawatirnya, MNC lah yang akan selalu menjajah sumber daya alam kita...