Saturday, May 3, 2008

Hari Buruh, Domestic Worker dan Sedikit Maknanya….

Apa maknanya MayDay, selain usaha peringatan dari, untuk dan oleh buruh sedunia? Bagi sebagian besar TKI kita mungkin tidak ada dan memang tidak ada. Diambil dari hari kelahiran Karl Marx pada 1 Mei 1818, memang ditujukan untuk membangun kesadaran semua pihak atas nasib dan hak-hak kaum buruh sedunia. Marx sendiri melandasi pemikirannya untuk pembebasan kaum buruh dari penindasan para pemilik modal. Tapi kenyataanya, bagi sebagian besar saudari2 kita di singapore, mungkin tidak ada...


Baru-baru ini saya menyelesaikan pendidikan singkat tentang konseling dan advokasi untuk buruh migrant yang berada di Singapore oleh sebuah NGO, TWC2, dengan spesifikasi buruh migrant, spesifiknya pembantu rumah tangga dari Indonesia dan Filipina serta buruh Bangladesh/India. kemudian setelahnya akan ada hotline yang akan disambungkan ke telpon saya terkait dengan permasalahan yang mereka hadapi. Mulai dari pemutusan kerja sepihak, tidak digaji, penganiayaan, dan beragam ketidak adilan lainnya. TWC2, kemudian akan membantu semampunya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Saya ingin memfokuskan pembahasan kepada satu kelompok buruh yang merupakan saudari2 kita setanah air, domestic worker atau lebih sering disebut TKI/TKW, dan buat anak2 gaul Jakarta sering disebut pembokat. Lebih spesifik lagi, saya hanya akan membahas domestic worker yang ada di Singapore.

Pertama, berbeda dengan permasalahan yang dialami oleh TKI di Malaysia, disini aturan dan aparatur lebih jelas, tapi tetap saja, para domestic worker merupakan kelas yang paling terbawah dalam urusan kompensasi. Dengan tidak adanya peraturan mengenai upah minimum di Singapore, seorang TKW hanya mendapatkan rata2 SGD 300 perbulan. Lalu dengan peraturan yang ada, seorang majikan harus pula membayar jumlah yang sama sebagai pungutan yang di ambil pemerintah. Sang majikan pun diharuskan mendeposit SGD 5000, sebelum merekrut seorang TKW. Yang apabila terjadi sesuatu terhadapnya, maka uang itu akan diambil oleh pemerintah. Ini yang jelas2 dinamakan sambil berenang minum air. Dibalik penderitaan TKW, pemerintah singapore semakin berelimpangan uang. Tentu saja, hak2 para saudari kita diperhatikan, lebih baik dari pada yang terjadi di negara lain menurut saya, tapi bagi pemerintah singapore, lebih baik memperhatikan hak2 penduduknya dibandingkan hak2 orang asing, tentu saja...

Kedua, buat mereka, May Day akhirnya tidak ada maknanya. Libur 1 hari, perayaan yang ada ditengah nestapa mereka hanya mendapatkan one day off, sehari sebulan saja, dan itu bisa dikompensasi dalam bentuk uang oleh para majikannya. Kemudian, puluhan ribu TKW Indonesia tentunya memegang bagian terpenting dari kelas ini. Mayoritas bekerja tanpa henti, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 52 minggu setahun, dipekerjakan di lebih dari 1 rumah, dan tanpa libur. Lalu, 1 hari libur di May Day? Ah, itu hanya omong kosong! Yang senang tentunya para majikan, mereka asik menikmati liburan yang mengatasnakaman hari buruh. Sedangkan para buruh, terus bekerja…

Ketiga, dengan rendahnya kompensasi dan terbatasnya hari libur maka menghasilkan output kesetressan yang sangat tinggi. Mengutip tulisan seorang teman, “Dalam 6 tahun, ada 147 kasus kematian tidak wajar –bahasa kerennya “death in the workplace”. Cara umumnya adalah loncat dari tempat kerja yang bertingkat-tingkat itu –rumah susun. Mungkin dalam bayangan mereka itulah kebebasan, daripada mati pelan-pelan karena tekanan batin. Kira-kira 20++ kematian per tahun! Bisa dibayangkan level tekanan yang mereka alami.

Sebenarnya masih banyak polemik yang ada dalam permasalahan domestic worker, terutama para TKW disini. Terlalu banyak bahkan… dan kita Cuma bisa menguraikannya satu persatu… cuma bisa menguraikannya tidak menyelesaikannya, karena lebih banyak yang tidak peduli…


foto saudari2 kita yang sedang menikmati one day off,
labrador park, diadakan oleh mujahidah learning center.