Friday, February 29, 2008

Pemprov Kaltim Vs KPC, Rio Tinto dan BP

fauzan zidni

27-28 february 2008 ini di Singapore International Arbitrate Court ada
peristiwa yang sangat menarik. puluhan orang dengan pakaian khas
tradisional kalimantan timur datang ke supreme court di cityhall,
singapore. mereka bukan sedang mengikuti fashion show atau cultural
festival. orang-orang ini adalah utusan dari provinsi Kaltim yg ikut
mendukung jalannya persidangan arbiterase internasional antara pemprov
Kaltim diwakili oleh pengacara PDD Darmawan melawan KPC, Rio Tinto dan
BP, perihal divestasi saham KPC yang di tengahi oleh ICSID.

sidang hari ini cukup menarik, karena pihak tergugat, KPC, Rio Tinto dan
BP menjadikan isu, apakah pemerintah daerah Kalimanta Timur memang
berhak mewakili Pemerintah Pusat dalam sidang arbiterase internasional
tanpa adanya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat, dalam hal ini
presiden atau menteri ESDM.

argumen utama KPC, Rio Tinto dan BP yg diwakili 2 firma hukum dari
inggris dan Mr Todung Mulya Lubis adalah pemda kaltim tidak bisa
mewakili pemerintah republik indonesia karena bentuk negara kesatuan dan
pemerintah daerah berada dibawah pemerintah pusat. serta tidak pernah
ada pemberian wewenang kepada pemda kaltim.

bagi pemda kaltim, jalan arbiterase adalah jalan terakhir yg bisa
diupayakan untuk dapat membeli saham KPC.

7 comments:

Fauzan Zidni said...

karena tulisan ini juga disebar di beberapa milis, saya akan mempublish balasan beberapa kawan milis di blog ini...

Anonymous said...

Pertama perlu dilihat kontraknya, khususnya Bab untuk penyelesaian
sengketa.
Kemudian, legal standing Pemda bisa dicarikan dari celah2 yang ada pada
UU Otonomi Daerah - UU. No. 32/2004 (jo UU No. 22/1999).
Memang ini hal baru - terobosan - untuk dijadikan preseden ke depan.
Peluang itu bisa saja karena peradilan arbitrase di S'pore tidak musti
menganut system hukum Continental sehingga argumentasi lawyers KPC, Rio
Tinto dan BP bahwa Indonesia adalah "negara kesatuan" dan representasi
"negara" hanya Pemerintah Pusat tidak musti berlaku. Pihak terkait bisa
punya kewenangan menggugat - bahkan warga Masyarakat sekalipun (melalui
class action).
Salam, LH
PS: Mengapa Bung TML cs tega2nya "membodohi" negaranya sendiri???

Anonymous said...

Justru krn berbentuk kesatuan, maka pemerintah daerah sama kedudukan hukumnya dg pemerintah pusat. Kalau ndak sama, periksa aja ijin2 KPC etc, kan jg ada dari pemda, bersama dg ijin2 lain. Aneh sekali argumen tim hukum TML.

Anonymous said...

menambahkan bang laurel,

dalam pasal 25 ICSID convention sih dinyatakan bahwa "constituent
subdivision" dari suatu negara dianggap bagian yang sama dari negara itu:

Article 25

(1) The jurisdiction of the Centre shall extend to any legal dispute arising
directly out of an investment, between a Contracting State (or any
constituent subdivision or agency of a Contracting State designated to the
Centre by that State) and a national of another Contracting State, which the
parties to the dispute consent in writing to submit to the Centre. When the
parties have given their consent, no party may withdraw its consent
unilaterally.
(3) Consent by a constituent subdivision or agency of a Contracting State
shall require the approval of that State unless that State notifies the
Centre that no such approval is required.

Jadi, kalo berdasarkan pasal 25 ayat 1 dan 3, selama di back up sama
Jakarta, harusnya pemprov kaltim bisa dianggap sebagai pihak dalam sengketa
itu.

Ada kasus yang sama dengan ini, yaitu Tanzania Electric Supply Company
Limited v. Independent Power Tanzania Limited ICSID Case No. ARB/98/8.

Kadang2 di ICSID pake istilah "state" atau "government" , tapi kedua istilah
itu tidak masalah. Dalam hukum pertanggungjawaban negara (Law on State
Responsibility, masih draft article tetapi sudah mengikat karena hukum
kebiasaan internaisonal) , departemen atau pemerintah daerah dianggap sebagai
"negara".

Kalau ada updatenya boleh dong, saya tertarik.

Salam,

Mova

Anonymous said...

Konteksnya dalam domein hukum perdata atau hukum kontrak. Arbitrase masuk domein hukum perdata. Pemda dpt melakukan perbuatan hkum perdata, membuat kontrak, jual beli, dan bisnis lainnya. Sehingga absah saja Pemda melakukan perbuatan perdata termasuk bertindak di arbitrase. Arbitrase adalah pilihan forum, yang jika dipilih dalam klausule kontrak, ya tentunya absah bertindak disana.

Anonymous said...

Sekedar meramaikan aja. Bahwa pada dasarnya tidaklah dapat Pemda
beracara dalam lingkup hukum internasional. majelis arbitrase
internasinal. Krn memang Pemda bukan subyek hukum internasional.

Kecuali Pemda mendapat otorisasi dari pemerintah pusat. Artinya dalam
hal ini kepentingan pemerintah pusat dan daerah sejalan. namun pada
situasi kepentingan pemerintah pusat dan daerah tidak sejlan, sehingga
pemerintah pusat tak berkenan mengeluarkan otorisasinya, maka bisa
tidaknya pemda beracara di arbitrase internasional akan sangat
ditentukan oleh kearifan hakim.

Nampaknya Sdr. Didi akan menyampaikan argumen, bahwa keadilan rakyat
pemda kaltim harus menjadi perhatian majelis arbitrase. Dan mudah2an
majelis arbitrase menerima argumen Didi.

Sebenarnya perkara ini sdh disidangkan di arbitrase London setahun
yang lalu, untuk membahas aspek proseduralnya. Misalnya tentang cara
berkomunikasi, tempat persdidangan kedua (di S'pore), dll. Dan saat
itu sdh muncul keberatan tentang hak gugat pemda. Namun majelis hakim
menerima argumen yg mempertanyakan tentang bagaimana keadilan bagi
rakyat Kaltim.

Dan pilihan tempat di S'pore cukup cerdas. Dimana selain hemat, juga
bisa dihadiri dan dipantau langsung oleh masyarkat Kaltim secara
langsung. Yg mana hal ini akan memepengaruhi psikologis para arbiter.
smg perjuangan rakyat kaltim berhasil!

Sebenarnya yg lebih penting adalah membongkar mega korupsi yang
melingkupi divestasi ini! Mungkin para aktivis anti korupsi yang ada
disini bisa mengupayakannya. Amien.

Anonymous said...

Kalimat akhir postingan Umar ini sangat menarik, dan layak
sekali jadi perhatian. Sebab, proses penjualan KPC ke sebuah perusahaan
gurem (saat itu) Bumi Resources, sangat mencengang-
kan dan tak masuk akal. Begitu gampang sebuah perusahaan
kecil bisa membeli perusahaan pertambangan batubara terbesar
di Indonesia itu (2003), setelah sebelumnya juga mengejutkan
dengan membeli Arutmin.

Di saat renca divestasi KPC terkatung-katung selama bertahun-
tahun karena terus gagalnya negosiasi dengan Pemda yang mau
membeli sahamnya, tiba-tba muncul nama Bumi membelinya
secepat kilat. BP dan Rio Tinto begitu mudah melepas tambang
duitnya ke Bumi Resources. Aneh sekali.

Ada yang berani bersuara dan menyelidikinya? Kita semua tahu
siapa orang kuat dibelakang Bumi Resources itu, yang dulu terus
membantah dirinya terlibat dalam perusahaan tersebut.