Friday, February 29, 2008

KPC/Rio Tinto Kerahkan 20 Pengacara


Kamis, 28-02-2008 |Tribun Kaltim
TRIBUN - Dengan total kekuatan sebanyak 20 pengacara kelas dunia, PT
Kaltim Prima Coal (KPC), Rio Tinto dan Beyond Petroleum bahu-membahu
melancarkan serangan kepada Didi Dermawan, pengacara Pemprov Kaltim,
dalam sidang kedua arbitrase International Centre for Settlement of
Investement Disputes (ICSID), Rabu (27/2) di Singapura.
Namun
penjelasan Didi yang santun, merendah, dan argumentatif kemarin mampu
menangkis serangan-serangan itu. Bahkan mengundang senyum anggota
Tribunal dan tepuk tangan pengunjung sidang. Didi mendapat opening
statement pada akhir sidang, setelah sidang berjalan sekitar lima jam.

Selama dua jam lebih ia membeberkan kejanggalan- kejanggalan dan tidak etisnyan
KPC dalam persoalan divestasi saham. Ia menekankan bahwa sebenarnya
tidak pernah terjadi divestasi saham KPC. Apa yang disebut divestasi
oleh KPC dan para pihak tidak lebih sebagai akal-akalan guna mengindari
hilangnya dominasi kepemilikan saham.

Didi mengawali orasinya dengan ucapan terimakasih kepada Tribunal yang telah
menerima permohonan gugatan yang ia masukkan pertengahan 2006 lalu.
Tribunal terdiri Prof Dr Gabriel Kaufhman (Ketua), Michael Hwang dan
Albert Van Deberg (anggota). Secara khusus ia juga menyampaikan salam
kepada para pengacara KPC dan para pihak yang disebut Didi sebagai
pengacara-pengacara hebat. "Anda semua adalah para pengacara hebat,
berbintang tujuh. Saya bangga bisa berhadapan dengan Anda," kata Didi.

"Juga kepada Pak Todung Mulya Lubis yang tak bukan adalah dosen pembimbing
skripsi saya ketika saya masih menempuh pendidikan di Fakultas Hukum UI
dulu. Dan salam hormat saya kepada warga Kaltim yang merelakan waktu,
tenaga dan biaya untuk tiba di persidangan ini," tambahnya.

Sekitar 40 warga Kaltim yang menghadiri sidang itu datang dengan pakaian adat
masing-masing suku. Mereka duduk di bagian belakang ruang sidang di
gedung Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Pihak SIAC
yang memberikan fasilitas tempat terpaksa menambah kursi untuk mereka.
Ketua Tim Penyelesaian Divestasi Saham (TPDS) KPC Laden Mering
misalnya, tampil dengan topi dan pakaian adat Dayak Kenyah. Begitu pula
Abraham Ingan (sekretaris) , Yulianus Henock. Ada pula yang berpakaian
adat Jawa, NTB, Bugis, Gamis, Batak, dan lainnya.

Kedatangan dan tampilan mereka sempat menarik perhatian Tribunal maupun puluhan
pengacara KPC yang sebagian besar orang Barat. Gabriel menyatakan,
untuk kali pertama sidang arbitrase dihadiri oleh warga biasa.
Sedianya, sidang ini akan digelar di Washington DC, AS, sebagaimana
kebiasaan selama ini. Namun karena permintaan Didi Dermawan, dan atas
kesepakatan dengan lawyer lainnya, sidang kedua ini digelar di
Singapura.

"Ini surprise. Terimakasih atas kedatangan bapak-ibu. Tapi kami harap anda
semua bisa mengikuti aturan yang berlaku di dalam ruang sidang," ujar
Gabriel.

Hadir dalam sidang antara lain Michael P Lennon, ketua tim pengacara KPC,
bersama delapan anggota timnya dari firma hukum dari Inggris, Baker
Botts. Sedang dari pihak Rio Tinto/Beyond Petroleum dipimpin Todung
Mulya Lubis mengerahkan 12 anggota timnya. Todung bersama timnya duduk
di bagian tengah. Di sebelah kanan mereka, Didi Dermawan bersama tiga
anggota timnya.

Sejak awal sidang, baik Lennon, Todung dan anggota timnya, Mattew Weinier
dengan bahasa Inggris yang sangat fasih, terus mempertanyakan
kewenangan Pemprov Kaltim/ Pemkab Kutim dalam menggugat mereka di
ICSID. Mereka meminta Tribunal untuk menolak gugatan Didi.

Lennon misalnya, menggunakan kalimat penegasan yang diulang-ulang bahwa
Pemprov bukanlah peneken kontrak PKP2B. Sehingga tidak semestinya
dibolehkan menggugat di arbitrase. Begitu pula Mattew, dengan
bersemangat ia mencoba menjelaskan mengenai sistem perundangan di
Indonesia dengan menyitir Pasal 1 (1) UUD 45, di mana Presiden adalah
pihak yang berhak untuk urusan antarnegara.

Namun Lennon seketika terdiam ketika anggota Triunal, Albert Van Denberg dari
Belanda, memintanya untuk menunjukkan bukti apakah ada aturan yang
secara tegas melarang pemprov untuk maju daam arbitrase ICSID.

"Anda dari tadi berkali-kali menyatakan bahwa pemprov tidak berwenang karena
tiada surat kuasa dari pemerintah Indonesia. Sekarang tolong tunjukkan
kepada kami apakah ada aturan yang melarang maju dalam arbitrase,"
tanya Albert.

Sesaat lamanya Lennon terdiam. Begitu pula delapan anggota timnya yang duduk
di kanan Tribunal. Sempat ia membuka-buka berkas di depanya yang tebal.
Kemudian ia berkata pelan: "Tidak ada, Tuan."

Didi dalam akhir sidang menyatakan, sesuai dengan UU No 32/2004 tentang
Pemda, pemda memiliki kewenangan besar, kecuali atas beberapa hal.
Yakni pertahanan/keamanan , agama, dan keuangan/fiskal. Sehingga, tidak
ada alasan untuk menolak Pemprov Kaltim/Pemkab Kutim mengajukan gugatan
arbitrase kepada KPC yang dinilai telah banyak melakukan pelanggaran
hukum dan etika bisnis. Sidang masih akan berlanjut hari ini, Kamis
(28/2) untuk menentukan jurisdiksi (hearing on jurisdiction) . (bin)

Simon Sembiring Dicecar Pertanyaan

MANTAN Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral Departemen ESDM, Simon Felix
Sembiring dicecar pertanyaan oleh Didi Dermawan dan Tribunal terkait
surat yang dikeluarkannya. Surat tertanggal 10 Agustus 2006 itu intinya
menegaskan bahwa Pemprov Kalim tidak berhak dan berwenang terkait
dengan PKP2B, termasuk untuk mengajukan gugatan arbitrase.

Sembiring adalah satu-satunya dari tiga saksi yang hadir dalam sidang arbitrase.
Dua saksi lainnya, Sekjen Departemen ESDM Waryono Karno dan Ketua DPRD
Kaltim Herlan Agussalim tidak terlihat hadir.

Pertanyaan Didi terkait degan dua surat yang dikeluarkan Sembiring yang dianggap
saling bertentangan. Satu surat tertanggal 10 Agustus 2006, Sembiring
menegaskan tidak ada hak dan wewenang bagi Kaltim untuk membeli saham
KPC, termasuk dalam penuntutan arbitrase. Namun pada suratnya yang
lain, Maret 2004, ia menyatakan setuju atas pembelian saham KPC 18,6
persen oleh Pemkab Kutim. Jual beli itu, menurut dia, selaras dengan
PKP2B.

"Kalau dasarnya PKP2B, kenapa terhadap Pemprov Kaltim Anda tidak katakan
setuju dan selaras. Bukankah kedudukan Pemprov dan Pemkab sama dalam
hal ini" tanya Didi.

Mendapat pertanyaan itu, Sembiring tidak memberi jawaban tuntas dan memuaskan.
Didi dan Tribunal berulangkali meminta penjelasannya secara jelas.
Namun Sembiring hanya mengatakan bahwa dirinya setuju Pemkab Kutim
membeli saham itu, karena transaksi jual beli saham itu hanya
melibatkan KPC dan Kutim.

"Kalau begitu saya rasa Anda telah keliru memahami PKP2B. Anda tidak memiliki pemahaman yang utuh," katanya.(bin)


No comments: